1. Pemilihan Tema
Pemilihan tema yang tepat menjadi salah satu unsur penting pembuatan game. Menurut Arief, jika dari awal pemilihan tema sudah salah, seterusnya akan berujung kepada kesalahan juga.
"Misal kita tahu di Indonesia, American football tidak populer, tetapi kita pilih membuat game American football, sudah pasti tidak laku," kata Arief memberikan contoh.
2. Memilih Core Loop
Core loop adalah aktivitas utama pemain selama bermain. Contohnya di social game Farmville, si pemain menaruh tanaman, menunggu panen, menjual tanaman, mendapatkan uang, menanam lagi, begitu seterusnya.
"Kalau kita lihat masing-masing tahap core loop tersebut, ketika kita menanam, ada macam-macam jenis tanaman. Ketika kita panen, ada variasi cara memanen. Ketika kita belanja, ada variasi di rumah. Harus pastikan core loopnya menyenangkan," jelasnya.
3. 'Thirty Days Experience'
Pembuat game harus memastikan, selama 30 hari pertama semua pemain merasa senang. Untuk membuat pemain menjadi loyal dan semakin menyukai game, developer bisa menambahkan update feature, tutorial dan sebagainya.
4. 'First Three Months'
Di sini, pembuat game memastikan bahwa selama tiga bulan pertama, game tersebut masih menarik dan memberikan efek yang menyenangkan bagi para pemainnya.
5. Punya Pipeline Content
Terakhir, pipeline content. Developer harus punya rencana akan menambah apa selama periode selanjutnya, setahun ke depan, dan berikutnya sampai game ini 'habis'. "Rata-rata social game life cyclenya 2-3 tahun," simpulnya.
Arief dan timnya sendiri punya pengalaman menarik dalam menerapkan resep ini. Yakni ketika merilis salah satu gamenya yang laris, Football Saga.
"Kami hanya berhasil achieve first thirty days, yang first three month kami tidak berhasil. Paling hanya 1-2 bulan. Di bulan ke-3 hanya yang loyal yang bertahan, saat ini masih kami maintain tetapi tidak kami develop lagi," kisahnya.
Dikatakan Arief, dia dan timnya banyak belajar dari sini. Hal seperti ini tidak berkaitan dengan isu technical, melainkan boleh dibilang keseluruhan experience-nya kemungkinan tidak mengesankan bagi user.
"Lebih seperti karya seni, misal kalau kita lihat sebuah film animasi, kita tidak bisa bilang "tangan dari tokoh animasi ayunannya salah", tetapi the whole experience sepertinya tidak exciting," simpulnya.
Pemilihan tema yang tepat menjadi salah satu unsur penting pembuatan game. Menurut Arief, jika dari awal pemilihan tema sudah salah, seterusnya akan berujung kepada kesalahan juga.
"Misal kita tahu di Indonesia, American football tidak populer, tetapi kita pilih membuat game American football, sudah pasti tidak laku," kata Arief memberikan contoh.
2. Memilih Core Loop
Core loop adalah aktivitas utama pemain selama bermain. Contohnya di social game Farmville, si pemain menaruh tanaman, menunggu panen, menjual tanaman, mendapatkan uang, menanam lagi, begitu seterusnya.
"Kalau kita lihat masing-masing tahap core loop tersebut, ketika kita menanam, ada macam-macam jenis tanaman. Ketika kita panen, ada variasi cara memanen. Ketika kita belanja, ada variasi di rumah. Harus pastikan core loopnya menyenangkan," jelasnya.
3. 'Thirty Days Experience'
Pembuat game harus memastikan, selama 30 hari pertama semua pemain merasa senang. Untuk membuat pemain menjadi loyal dan semakin menyukai game, developer bisa menambahkan update feature, tutorial dan sebagainya.
4. 'First Three Months'
Di sini, pembuat game memastikan bahwa selama tiga bulan pertama, game tersebut masih menarik dan memberikan efek yang menyenangkan bagi para pemainnya.
5. Punya Pipeline Content
Terakhir, pipeline content. Developer harus punya rencana akan menambah apa selama periode selanjutnya, setahun ke depan, dan berikutnya sampai game ini 'habis'. "Rata-rata social game life cyclenya 2-3 tahun," simpulnya.
Arief dan timnya sendiri punya pengalaman menarik dalam menerapkan resep ini. Yakni ketika merilis salah satu gamenya yang laris, Football Saga.
"Kami hanya berhasil achieve first thirty days, yang first three month kami tidak berhasil. Paling hanya 1-2 bulan. Di bulan ke-3 hanya yang loyal yang bertahan, saat ini masih kami maintain tetapi tidak kami develop lagi," kisahnya.
Dikatakan Arief, dia dan timnya banyak belajar dari sini. Hal seperti ini tidak berkaitan dengan isu technical, melainkan boleh dibilang keseluruhan experience-nya kemungkinan tidak mengesankan bagi user.
"Lebih seperti karya seni, misal kalau kita lihat sebuah film animasi, kita tidak bisa bilang "tangan dari tokoh animasi ayunannya salah", tetapi the whole experience sepertinya tidak exciting," simpulnya.
0 comments:
Post a Comment